A. Konsep dasar akhlak
Secara etimologi, akhlak lazim disebut dengan tingkah laku/perangai.
Secara terminologi , akhlak adalah pengetahuan tentang keutamaan – keutamaan dan cara memperolehnya agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan- kehinaan jiwa untuk mensucikan jiwa tersebut darinya.
Dalam bahasa indonesia, akhlak dapat diartikan sebagai moral, etika, watak, budi pekerti, tingkah laku, perangai, dan kesusilaan.
Akhlak yang sesuai dengan adat dan ajaran islam :
a. Akhlaq mahmudah yaitu perbuatan yang sesuai dengan adat dan ajaran islam.
b. Akhlaq mazmumah yaitu perbuatan yang bertentangan dengan adat dan ajaran islam.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Ada dua istilah penting dalam islam, kaitannya dengan pembahasan akhlak, yaitu: akhlaq al-mahmudah dan akhlak al-mazmumah.
Akhlak al-mahmudah adalah segala tingkah laku yang terpuji, Sedangkan al-mazmumah kebalikan dari al-mahmudah.
B. Perbandingan konsep dasar akhlaq al-karimah dengan konsep etika dalam ideologi sekuler
Secara umum, kata akhlaq identik dengan kata etika dan moral. Kata “etika” berasal dari bahasa yunani, “ethos” (dalam bentuk tunggal), yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlaq, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta-etha, artinya adalah adat kebiasaan. Sedangkan kata “moral” berasal dari bahasa latin, “mos” (tunggal) dan “mores” (bentuk jamak), yang berarti kebiasaan atau adat.
Socrates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia adalah orang pertama yang berusaha sungguh-sungguh membentuk hubungan manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk perhubungan itu tidak menjadi benar kecuali jika didasarkan kepada ilmu pengetahuan. Namun tak diketahui secara pasti pandangan socrates tentang tujuan akhir dari akhlak, atau dengan kata lain mengenai ukuran yang dipergunakan untuk mengukur segala perbuatan, dan diberi hukum baik atau buruk, sehingga timbullah beberapa golongan yang bermacam-macam, sedangkan semuanya menyadarkan kepada socrates dan menjadikannya sebagai pemimpin.
Karenanya sesudah Socrates lahir beberapa paham mengenai akhlak, diantaranya adalah paham Cynics dan Cyrenics. Yang merupakan pengikut Socrates. Pembangunan paham Cynics adalah Antisthenes, yang hidup pada 444-370 SM. Paham ini menyatakan bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang berperangai dengan akhlak ketuhanan. Adapun pembangun paham Cyrenics adalah Aristippus. Paham ini menyatakan bahwa mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan adalah satu-satunya tujuan yang benar untuk hidup, dan perbuatan itu dinamai utama bila timbul kelezatan yang lebih besar dari kepedihan.
Kemudian muncul paham Plato pada 427-347 SM berpendapat bahwa didalam jiwa ada kekuatan bermacam-macam, keutamaan timbul dari perimbangan dan tunduknya kekuatan itu pada hukum akal. Dia juga berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan itu ada empat: hikmat kebijaksanaan, keberanian, keperwiraan dan keadilan. Keempat-empatnya adalah tiang penegak bangsa-bangsa dan individu.
Pada akhir abad ke-3 M, agama Nasrani menyebar ke Eropadan mengubah pola pikir serta membawa pokok-pokok akhlak tersebut dalam Taurat, demikian juga memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan Allah sumber segala akhlak. Tuhan Allah-lah yang membuat segala patokan yang harus kita pelihara dalam bentuk perhubungan kita, dan yang menjelaskan arti baik dan arti jahat. Agama Nasrani mengharap kepada manusia supaya usaha dengan sungguh-sungguh menyucikan dirinya, baik pikiran dan perbuatannya. Agama menjadikan ruh sebagai entitas yang mempunyai penguasaan penuh mengenai badan dan keinginan. Oleh karena itu, kebanyakan pengikut pertama dari agama ini suka mengabaikan raganya, menyingkir dari dunia yang fana dan suka kepada zuhud, ibadah dan menyendiri.
Pada masa pra-Islam, bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan sebagian ahli-ahli syair yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan dan menjauhkan dari kerendahan. Kemudian datanglah agama Islam yang mengajak orang-orang percaya bahwa Allah adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Sebagaimana Allah menjadikan manusia, Dia juga mengadakan susunan yang harus diikuti, dan memberikan jalan yang mesti diseberangi. Allah telah menetapkan beberapa keutamaan seperti benar dan adil, yang harus dilaksanakan dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat sebagai pahala bagi orang yang menjalankannnya. Demikian juga, Allah menjadikan lawan keutamaan itu, seperti dusta dan kelaliman, larangan yang harus dijauhi, dan menjadikan kesengsaraan di dunia dan siksa di akhirat sebagai hukuman bagi yang melakukannya.
Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan suatu perintah atau mencegah dengan suatu larangan, akan tetapi Allah menjadikan kebaikan dunia tergantung beberapa perkara: keadilan, benar dan kejujuran, dan menjadikan kerusakan dunia karena sebaliknya. Apa yang menjamin kepentingan manusia, seperti menjaga jiwa dan harta benda diperintahkan sebagai kewajiban. Karena itu, besarlah hukumannya bagi orang yang membunuh atau mencuri.
Akhlak agama mencakup berbagai aspek, mulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk.
C. Hubugan Khaliq, Makhluk dan Akhlak
kata akhlaq adalah bentuk jamak dari kata “khuluq” yang secara etimologis bermakna : adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak, dan agama.Kata akhlaq mengandung persesuaian dengan kata khalq yang berarti kejadian, dan erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, serta erat kaitannya dengan makhluq yang artinya diciptakan. Akhlaq dalam islam mencakup berbagai aspek,mulai dari akhlaq terhadap Allah, hingga terhadap sesama makhluk , titik tolaknya adalah pengakuan bahwa tiada tuhan selain Allah. Jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikatnya. Dalam hal ini Allah berfirman :
Artinya: “dan katakanlah,Segala puji bagi Allah,dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesarannya, maka kamu akan mengetahuinya.Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan .” (Qs. Al Naml [27]: 93)
Islam menekankan bahwa setiap orang hendaknya di posisikan secara wajar. Nabi Muhammad SAW,misalnya,dinyatakan sebagai manusia seperti manusia lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itu beliau mendapat penghormatan melebihi kita sebagai manusia.
Di dunia barat sering dinyatakan bahwa “Anda boleh melakukan perbuatan apapun selama tidak bertentangan dengan hak orang lain.” Tapi al -Quran menegaskan bahwa anda hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri. Allah berfirman:
Pada dasarnya akhlak yang di ajarkan dalam islam terhadap lingkungan bersumber sebagai manusia sebagai khalifah. kekhalifahan itu menurut adanya interaksi antara manusia dan sesama,antara manusia dan alam. Kekhalifahan yang di maksud mengandung arti pengayoman,pemeliharaan, dan pembimbingan. Agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptannya.
D. Akhlakul Karimah dan Akhlakul Mazmumah
E. Cara meraih Akhlakul Karimah
Seperti halnya membuat kebiasaan baik, mengubah kebiasaan buruk juga merupakan hal yang sangat sulit. Perlu latihan dan pembiasaan yang ketat agar kebiasaan buruk benar – benar hilang. Untuk mengubah kebiasaan buruk, para ahli akhlak mengajarkan beberapa hal :
Niat yang sungguh – sungguh tanpa keraguan sedikitpun untuk merubah kebiasaan itu kemudian niat tersebut harus dikawal dengan kemauan keras.
Pengertian dan kesadaran yang mendalam akan pentingnya meninggalkan kebiasaan buruk itu.
Dalam melaksanakan niat hendaknya setia sesuai dengan apa yang diniatkan, yakni tidak bergeser dari pendirian dan niat semula karena bertemu dengan kesukaan.
Segera mengisi kekosongan dengan kebisaan jelek itu terbuang. Waktu yang luang setelah menggeser kebiasaan jelek jangan dibiarkan lowong begitu saja karena akan mengundang kejelekan itu datang kembali.
Cari waktu yang baik dan tepat untuk melakukan niat itu.
Selalu memelihara kekuatan penolak yang terdapat dalam jiwa agar selalu tumbuh dan hidup.
Seorang muslim harus berusaha membina dirinya. Akhlak mulia dan menjadikan dirinya sebagai teladan yang baik bagi masyarakat. Untuk itu, seorang muslim harus mengikuti dan memerapkan akhlak yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW . Al Qur’an mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan bahwa ukuran pengangkatan beliau sebagai nabi adalah lantaran keluruhan budi pekertinya.
Atas dasar sifat – sifat agung yang dimilikinya,Allah menjadikan beliau sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah) sekaligus sebagai pembawa berita dan peringatan. Allah berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi yg mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari kemudian dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-ahzab[33]:21)
F. Menjadi Uswatun Hasanah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar